Kamis, 08 Januari 2009


Terbongkarnya Penipuan Profesor Evolusionis Jerman (Bagian 2)
Jika teori evolusi itu fakta, pasti bukti fosil mudah ditemukan. Namun banyaknya pemalsuan evolusi hanya membuktikan kebohongan teori memalukan itu. Skandal Prof. Protsch hanyalah salah satu contohnya

Penipuan penentuan usia fosil oleh Protsch terbongkar ketika diketahui bahwa ia berusaha menjual seluruh koleksi tengkorak simpanse yang ia simpan di Universitas Frankfurt. Pihak tata usaha universitas pun lantas mencopot Protsch dari jabatannya, setelah mengetahui bahwa ia telah mencoba menjual 278 buah tengkorak simpanse dengan harga 70.000 dolar AS kepada pedagang Amerika. Baik Protsch maupun pihak tata usaha universitas sama-sama menyatakan hak kepemilikan tengkorak-tengkorak itu, dan terlibat dalam proses hukum.

Pengumuman penipuan-penipuan Protsch, yang mengejutkan kalangan antropologi diangkat majalah kondang Jerman Der Spiegel, 16 Agustus 2004, dengan judul “Die Regeln Mache Ich” (Aturan-Aturannya Saya yang Buat). Artikel itu memaparkan bagaimana sang ilmuwan, yang mengetuai bagian penentuan usia menggunakan karbon di Universitas Frankfurt sejak 1973, telah menghitung usia ratusan fosil dan secara sengaja memalsukan usia-usia sejumlah temuan penting.

Keraguan terhadap sang ilmuwan itu, yang dianggap pakar dalam bidang penentuan umur fosil, mulai timbul ketika dilakukan pemeriksaan ulang fosil prasejarah yang ditemukan di Jerman oleh dua arkeolog lain. Thomas Terberger, dari Universitas Greifswald, memutuskan meneliti banyak dari temuan ini menggunakan teknik-teknik modern untuk memeriksa keasliannya. Untuk tujuan itu, kepingan tengkorak tersebut, yang ditemukan di Eropa dan dinyatakan Protsch berasal dari Zaman Batu, dikirim ke Oxford untuk diuji. Hasil yang didapatkan oleh bagian penanggalan menggunakan radiokarbon di Universitas Oxford menyingkap sebuah “bencana penanggalan”, meminjam istilah para ilmuwan.

Tampak bahwa sebuah rangka wanita yang sebelumnya ditetapkan berusia 21.300 tahun oleh Protsch ternyata hanya berumur 3.300 tahun. Skandal penanggalan lain berkenaan dengan fosil tengkorak yang tergali dari dalam tanah dekat Paderborn-Sande di Jerman. Fosil itu, yang mulanya dinyatakan berumur 27.400 tahun oleh Protsch, ternyata berasal dari seorang pria tua yang meninggal dunia hanya 250 tahun lalu (pada tahun 1750 M). Tambahan lagi, potongan tengkorak yang telah menjadi fosil yang dikenal sebagai Manusia Hahnhöfersand ternyata bukanlah berusia 36.000 tahun sebagaimana yang dikemukakan Protsch, tapi sekedar 7.500 tahun.

Terberger menulis sebuah karya ilmiah dengan rekan Inggrisnya, Martin Street, dari Research Center for the Early Stone Age di Neuwied, sebagaimana diulas majalah ilmiah tenar Science, 27 August 2004 dengan tajuk “Random Samples”. Dalam karya ini, ilmuwan itu menulis bahwa fosil-fosil tersebut jauh lebih muda dari yang dikemukakan Protsch. Badan penyelidik dari universitas yang memeriksa perkara tersebut menerbitkan laporannya. Pernyataan pihak universitas berbunyi, “Prof. Protsch telah memalsukan dan menyelewengkan fakta-fakta ilmiah selama 30 terakhir”, sebagaimana diliput Deutsche-Welle. Menurut Profesor Ulrich Brandt, yang memimpin penyelidikan itu, Protsch menolak semua undangan agar hadir dalam pertemuan dan menghindar dari tatap muka dengan para anggota badan penyelidik tersebut.

Dunia Ilmiah Dibohongi

Fakta bahwa penanggalan palsu oleh profesor evolusionis tersebut berdampak langsung pada kaidah-kaidah mendasar tertentu yang umumnya diterima di bidang antropologi semakin memperparah kerusakan yang dikenakan oleh penipuan ini terhadap dunia ilmu pengetahuan. Dengan angka-angka yang tidak ada dalam dunia nyata ini, Protsch telah menyebabkan dunia ilmiah benar-benar tertipu berkenaan dengan penyebaran populasi manusia di Eropa. Karena kebohongan itu telah dilakukan secara sistematis selama 30 tahun oleh sang profesor evolusionis, penafsiran tidak benar mengenai penyebaran Manusia Neanderthal di Eropa dan mengenai Jerman masa prasejarah telah terlanjur dicantumkan dalam buku-buku antropologi dan dikemukakan sebagai “fakta ilmiah.”

Chris Stringer, seorang antropolog di Natural History Museum di London, membuat pernyataan berikut seputar pemalsuan evolusionis yang terbongkar itu:

”Apa yang dianggap sebuah bukti utama yang memperlihatkan bahwa manusia-manusia Neanderthal pernah hidup di Eropa utara tidak berlaku lagi. Kita harus menulis ulang prasejarah. ” (“Neanderthal Man 'never walked in northern Europe’” (Manusia Neanderthal ‘tidak pernah berjalan di Eropa utara’), Telegraph, www.telegraph.co.uk, August 22, 2004).

Liputan perbuatan buruk sang profesor evolusionis itu dibongkar pula dalam tulisan berjudul “History of modern man unravels as German scholar is exposed as fraud” (Sejarah manusia modern terkuak sementara ilmuwan Jerman tersingkap melakukan pemalsuan), di koran Inggris The Guardian 19 Februari 2005. Terberger, sang arkeolog pembongkar pemalsuan, menggambarkan kerugian yang diderita antropologi akibat pemalsuan Protsch:

"Anthropology is going to have to completely revise its picture of modern man between 40,000 and 10,000 years ago" (Antropologi akan diharuskan membenahi sama sekali gambarannya tentang manusia modern antara 40.000 hingga 10.000 tahun yang lalu).

Penafsiran keliru tentang satu dari fosil-fosil yang usianya dipelintir oleh Prof. Protsch juga digunakan para evolusionis dalam propaganda mereka tentang “mata rantai yang hilang”, yang faktanya tidak pernah ada selain dalam khayalan evolusionis. Nampaknya skandal memalukan dan berulalng-ulang di masa lalu itu, seperti manusia Piltdown, burung Piltdown, manusia Nebraska, embrio Haeckel, ngengat revolusi industri, pemalsuan selama 116 tahun fosil reptil laut dan sebagainya, tidak membuat jera evolusonis untuk mengulang perbuatan serupa. [tlg/cr/bersambung ke bagian ke-3/www.hidayatullah.com]

0 comments:

Posting Komentar

Photobucket

Choose Language

Label Cloud

Thanx To Visit




ShoutMix chat widget



 

Design by Amanda @ Blogger Buster