Minggu, 16 November 2008



“Orang yang pandai adalah yang senantiasa mengoreksi diri dan menyiapkan bekal kematian. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah.” (At-Tirmidzi)


Tanpa terasa, kita sudah begitu boros terhadap waktu

Trend hidup saat ini memaksa siapapun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan dimana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.

Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.

Seorang ahli Ibadah pada suatu zaman, yang kisahnya dapat kita ambil ibrohnya, mengisahkan suatu waktu dia bermunajat pada Allah dengan menghitung apa saja yang dia telah lakukan atas segala kesalahan selama hidupnya. umurnya sudah mendekati 60 tahun, atau sebanding dengan 21.900 hari. dalam Munajatnya dia mengadu pada Allah SWT, " Ya Rabb.. kalo seandainya selama saya hidup saya melakukan satu kesalahan dalam satu hari, maka sampai saat ini saya memiliki 21.900 Kesalahan ya rabb, namun bagaimana jadinya kalo dalam 1 hari saya membuat kesalahan lebih dari 1, 10, 20, 30 bahkan ratusan kesalahan ya Rabb..dosa berlipat menjadi ratusan ribu bahkan jutaan kesalahan padamu ya Rabb" sesampai di kata tersebut, ahli ibadah tersebut menggigil ketakutan dan pingsan tidak bangun lagi sampai ajal menjemput. kisah ini berlanjut sampai di ahirat, Allah memberiya pengampunan dengan rahmatNya, dan memasukannya ke dalam Surga.

sudah berapa lama kita hidup ikhwah fillah, sudah berapa detik kita lewati hidup ini dengan eksalahan-kesalahan yang telah kita perbuat. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.

Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh-temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.

Allah swt. berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah swt.).” (Al-Anbiya’: 1)

Pelunturan terhadap nilai yang dipegang seorang hamba Allah terjadi tidak serentak. Tapi, begitu halus: sedikit demi sedikit. Pada saatnya, hamba Allah ini merasa asing dengan nilai Islam itu sendiri.

Ajaran Islam tentang ukhuwah misalnya. Kebanyakan muslim paham betul kalau orang yang beriman itu bersaudara. Saling tolong. Saling mencintai. Dan, saling memberikan pembelaan. Tapi anehnya, justru nilai-nilai itu menjadi tidak lumrah.

Semua pertolongan, perlindungan, pengorbanan kerap dinilai dengan kompensasi. Ada hak, ada kewajiban. Ada uang, ada pelayanan. Tiba-tiba seorang muslim jadi merasa wajar hidup dalam karakter individualistik. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, seorang dai merasa enggan berceramah di suatu tempat karena nilai bayarannya kecil. Sekali lagi, tak ada uang, tak ada pelayanan.

Firman Allah swt. “Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu….” (Al-Isra’: 86-87)

Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.

Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti.

Suatu saat, orang tidak merasa berat hati melakukan perbuatan yang dulunya pernah dibenci. Dan itu bukan lantaran keterpaksaan. Tapi, karena adanya pelarutan dalam diri terhadap nilai-nilai yang bukan sekadar tidak pernah dicontohkan Rasul, bahkan dilarang. Sekali lagi, pelan tapi pasti.

Anas bin Malik pernah menyampaikan sebuah ungkapan yang begitu dahsyat di hadapan generasi setelah para sahabat Rasul. Anas mengatakan, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan beberapa amal perbuatan yang dalam pandanganmu remeh, sekecil rambut; padahal perbuatan itu dahulu di masa Nabi saw. kami anggap termasuk perbuatan yang merusak agama.” (Bukhari)

Ikhwah fillah, sudah saatnya kita berubah...

marilah kita kerjakan 5 perkara sebelum datangnya 5 perkara, janganlah kita jadi orang yang merugi di dunia. Allah suka amalan yang sedikit namun amalan itu konstan dan komitmen pada waktunya. Allah menghargai hamba-hambaNya yang menghargai waktu, karena Allah melihat suatu proses bukan hasil semata..

Wallahualam

Courtsey : Al Quran, milis, ceramah, inspirasi..

0 comments:

Posting Komentar

Photobucket

Choose Language

Label Cloud

Thanx To Visit




ShoutMix chat widget



 

Design by Amanda @ Blogger Buster